SUMSEL,JEMBATANRAKYAT.ID – Penetapan tersangka TPPU dan pengemplangan Pajak kepada pemilik PT Campang Tiga “Mularis” terkait masalah HGU perkebunan menjadi pembuka dugaan permainan Mafia tanah dalam penerbitan HGU PT LPI di Campang tiga dan sekitarnya. HGU PT LPI seluas 22.500 hektar di wilayah itu diduga dibuat dengan pemalsuan data status tanah negara dan tanah masyarakat.
Di awal era reformasi terjadi banyak perubahan aturan perundangan terkait perizinan tambang dan perkebunan dengan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah asal. Namun perubahan aturan perundangan ini menjadi kebablasan dan kartel Mafia tanah mendapat angin segar.
Para Kepala Daerah berlomba memberikan izin HGU kepada para investor perkebunan dan pertambangan dengan dalih dalam rangka meningkatkan PAD. Alih – alih mendapatkan income PAD namun yang di terjadi beberapa Kepala Daerah malah menjadi bagian Mafia tanah bekerjasama dengan oknum institusi terkait seperti BPN dan oknum Kementerian Kehutanan dalam merekayasa status tanah untuk menjadi areal HGU perkebunan dan pertambangan.
Akibatnya banyak lahan masyarakat dan tanah negara di caplok oleh investor karena penerbitan HGU wewenang Kepala Daerah. Contoh nyata yaitu di Muara Enim, Lahat dan OKU dimana terjadi sangat banyak sengketa lahan antara masyarakat dan perusahaan dan pencaplokan tanah negara oleh fihak swasta.
Terkait polemik HGU PT LPI yang menyeret “Mularis” dalam pusaran korban mafia tanah, K MAKI Sumsel angkat bicara, HGU PT LPI harusnya di tinjau ulang secara keseluruhan terkait status tanah dalam lokasi HGU PT LPI.
“Klaim masyarakat terkait tanah mereka yang masuk HGU PT LPI dan telah puluhan tahun diduga di caplok perusahaan tanpa ganti rugi, tanah ulayat dan tanah negara yang di kuasai perusahaan karena masuk HGU kemudian proses perkara pidana yang mangkrak menjadi polemik berkepanjangan”, jelas Deputy K MAKI Feri Kurniawan.
Lahan masyarakat di Campang Tiga ilir seluas 2400 hektar terbukti belum di ganti rugi dan sudah ada tersangka pemalsuan status tanah dengan 3 (tiga) orang tersangka sudah 9 tahun belun juga di aku kan ke pengadilan oleh fihak Kejaksaan karena katanya ada surat sakti menunda perkara dan ganti rugi lahan masyarakat di wilayah Betung dengan ke rohiman Rp. 1 juta per hektar yang terkesan melanggar HAM dan puncaknya perkara yang menyeret Mularis dalam pusaran carut marut HGU PT LPI”, papar Feri Kurniawan.
“Mengungkap perkara gugatan masyarakat dan perkara Mularis harus dari akar masalah yakni HGU PT LPI karena Indofood Group juga terkesan menjadi korban karena membeli saham PT LPI”, ujar Feri Kurniawan.
Perkara gugatan masyarakat harus di tangani satgas Mafia tanah, perkara mangkrak di Kejati Sumsel segara naik ke persidangan dan tinjau ulang HGU PT LPI merupakan satu – satunya solusi membuka Mafia tanah dalam penerbitan HGU PT LPI tanpa itu semua hanya omong kosong sambil ngirup kopi 3 (tiga) ribuan”, pungkas Feri Kurniawan. (Ril)