Jhodi Yudono : Hidup Bersama Isu

JAKARTA,JEMBATANRWKYAT.ID – Tuhan, ampuni kami. Lantaran kami telah gelap mata dan tak lagi bisa membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang hak dan mana yang bathil.

Jalan di muka sedemikian bersimpang-simpang, dan pada tiap ujungnya ada papan nama bertuliskan, “jalan kebenaran”, “jalan kebajikan”, “jalan nurani”, dan nama-nama lainnya yang menunjukan pekerti baik. Dan pada tiap papan nama itu, di bawahnya, seorang orator yang lebih mirip penjual obat mendagangkan kebenaran versi mereka masing-masing.

Bacaan Lainnya

Maka, di jalan bersimpang-simpang itu, kerumumnan manusia yang semula berkelompok sesuai minatnya, pada tengah hari telah berbaur menjadi lautan manusia yang bingung oleh tawaran-tawaran kebenaran yang membingungkan mereka. Sebentar mereka lari ke kanan, ke kiri, lalu berdesakkan ke depan dan ke belakang.

Seperti itulah kini kami, Tuhanku. Bingung oleh kebenaran yang diperdagangkan. Bahkan di antara mereka ada yang terang-terangan mengatasnamakan Engkau Yang Penyayang, padahal di punggung mereka berselempang pedang dan kelewang serta kebencian.

Ampuni kami Tuhan, karena telah menggantikan engkau dengan tuhan-tuhan baru. Kami kini lebih percaya pada tuhan isu, tuhan kami adalah kata orang banyak, tuhan kami adalah kekuasaan, dan bukan lagi Engkau yang bersemayam di nurani kami.

Dengarlah Tuhanku, betapa isu telah menjadi agama bagi kami. Isu-isu berseliwean, isu-isu berlalulalang di tengah kami, menjadi pelengkap hidup kami dari pagi sampai pagi. Padahal, sebagaimana galibnya isu, sudah tentu belum terbukti kebenarannya. Tapi seperti Engkau tahu, hari-hari kami cuma diisi oleh isu dan gosip serta kebohongan. Ya, ya. Isu adalah kabar yang tidak jelas asal usulnya dan tidak terjamin kebenarannya.

Isu menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan, olehnya memungkinkan orang untuk berpendapat secara beragam. Orang sering menyebut isu dengan berbagai macam istilah: kabar angin, desas-desus, dan rumor. Ada pula yang mengatakan isu sama dengan gosip. Padahal penyebutan isu itu sendiri sebenarnya salah kaprah. Kalau mengacu ke bahasa Inggris, isu itu artinya topik atau pokok persoalan, tidak ada sangkut pautnya dengan desas-desus atau selentingan yang mengandung konotasi ketidakpastian.

Isu, gosip, rumor, desas-desus, bagaimana pun kami menyebutnya, jika kita tak bijak menanggapinya, tetaplah menjadi percik api yang bisa membakar amarah dan terjebak pada fitnah.

Bangun tidur, kami langsung sarapan gosip artis. Tengah hari, kami mengisinya dengan bergunjing. Malam hari, kami berselancar di dunia maya sambil menjaring isu-isu panas yang akan kami gandakan di dinding media sosial. Sungguh, atas semua yang kami kerjakan itu, tak setitik pun kami merasa bersalah, apalagi berdosa. Bahkan kami bangga atasnya. Terlebih, jika isu yang kami sebarkan itu mendapat banyak acungan jempol dan komentar.

Penulis adalah Ketua Umum Ikatan Wartawan Online.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *