Opinion Kurnaidi ST, DPR Bukan Pemborong!

MUBA,JR.ID – Saat ini pemerintah tengah gencar – gencarnya melakukan pembangunan infrastuktur di berbagai sektor. Ironisnya DPR yang semestinya berdiri di jajaran paling depan dalam upaya melakukan kontrol, justru mengambil kesempatan dengan merangkap menjadi pemborong dengan tujuan meraup keuntungan secara individu dan kelompoknya.

Padahal, Tugas pokok dan wewenang DPR adalah, Membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah, Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang diajukan oleh kepala daerah, serta Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD.

Bacaan Lainnya

Pertanyaannya jika anggota dewan, sudah ikut bermain dalam pengerjaan proyek APBD? Lalu siapa yang akan mengawasi jalannya pembangunan, bukankah, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2009 yang mengatur MPR, DPR, DPD dan DPRD, melarang dewan main proyek.

Ironisnya, sudah menjadi rahasi umum hampir di seluruh daerah di negeri ini dewan memiliki peranan yang besar dalam mengatur dan menentukan siapa kontraktor yang akan menjadi pemenang dalam tender proyek infrastruktur, bahkan, anggaran biaya pembangunan juga bisa diarahkan oleh sang wakil rakyat.

Hebatnya lagi, dalam prosesnya, pengesahan APBD antara pihak eksekutif selaku pengguna Anggaran dan Dewan selaku lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengesahkan anggaran, sudah terjadi deal ataupun uang fee dari rekanan atau dinas terkait.

Lalu, bagaimana dengan teknisnya? hampir sebagian besar masyarakat yang notabene sudah mengetahui, bagaimana proses kong kalingkong itu dijalankan, yakni dalam bentuk pemberian fee yang jumlah besarnya paling banyak lima persen dari nilai proyek, kalau paket proyek itu diserahkan ke dinas dan dikerjakan SOPD teknis sesuai ketentuan dan mekanisme. Akan tetapi, apabila dikerjakan sendiri, bisa mendapatkan keuntungan lebih besar. Bahkan 25 – 30 persen dari nilai kontraknya. Apalagi untuk pekerjaan fisik seperti irigasi, bangunan, dan lainnya.

Nah, dalam teknis pelaksanaanya dan untuk mengantisipasi terjadinya persoalan hukum di kemudian hari, Proyek yang dikerjakan langsung itu biasanya direkayasa dengan menggunakan perusahaan pinjaman.

Fenomena ini memang bukan hal baru, mungkin sudah terjadi berpuluh -puluh tahun yang lalu dan bisa tetap berjalan mulus tanpa ada kendala. Pertanyaan yang paling mendasar, jika ini dilakukan secara terus menerus, apakah gaji anggota dewan ini sangat minim, sehingga setiap anggota dewan hampir bisa dipastikan ikut bermain dalam kegiatan proyek yang dikelola pemerintah.

Faktanya, sungguh sangat mencengangkan, Dasar hukum mengenai gaji anggota DPRD diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2017 tentang hak keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD dan Permendagri Nomor 62 Tahun 2017 tentang pengelompokan kemampuan keuangan daerah pelaksanaan dan pertanggungjawaban dana operasional.

Sesuai dengan dasar hukum tersebut gaji yang diterima DPRD meliputi beberapa komponen seperti uang representasi, tunjangan keluarga, tunjangan beras, uang paket, tunjangan jabatan, tunjangan alat kelengkapan dan alat kelengkapan lain, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan reses, tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi.

Wah ternyata komponen gaji seorang anggota DPRD banyak juga ya. Dari sekian banyak komponen pasti kita bertanya-tanya, lantas berapakah nomimal gaji anggota DPRD Kota atau Kabupaten?

Dilansir dari sumber sumber yang terpercaya, jika semua komponen yang telah disebutkan sebelumnya dirinci, gaji yang diterima setiap anggota DPRD Kabupaten berkisar antara 36 juta hingga 45 juta per bulan, itu sudah sudah termasuk potongan PPh 21 pajak penghasilan sebesar 15 persen. Jika dilihat dari jumlah, gaji anggota DPRD yang cukup pantastis tersebut, tentu tidak wajar, jika anggota dewan masih terus ikut bermain dalam proyek proyek yang bertujuan untuk mencari keuntungan yang besar.

Kita tentunya kedepannya sangat berharap, anggota DPR, memiliki Nurani yang sesuai dengan hati nurani rakyat yang mereka wakili, bukan menempatkan kepentingan dirinya setingkat lebih tinggi daripada kepentingan rakyat. Kinerja para anggota Dewan tentunya akan terus menjadi sorotan masyarakat karena semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin ia menjadi fokus bidikan perhatian rakyat.

Kita juga berharap para anggota Dewan berkaca pada ketokohan politik para anggota Dewan di awal kemerdekaan. Mereka begitu gigih memperjuangkan nasib rakyat.

Gunakanlah hati nurani untuk memperjuangkan nasib rakyat kebanyakan yang masih berada di jurang kemiskinan dan kebodohan, agar mereka dapat terangkat ke status sosial ekonomi yang lebih baik.

(Penulis : Kurniadi, ST, Ketua Terpilih PWI Kabupaten Musi Banyuasin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *