MUBA,JR.ID – Pemilihan serentak merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin untuk daerahnya. Pemilihan serentak merupakan instrumen demokrasi dalam menentukan nasib demokrasi pemerintahan. Pilkada adalah suatu terobosan politik demi mewujudkan tata pemerintahan daerah yang lebih efektif.
Kepala desa merupakan salah satu perangkat pemerintahan yang berada di tingkat desa dan memiliki peran penting dalam pilkada wilayahnya. Keberadaan kades dalam tim sukses atau paslon dapat mempengaruhi hasil suara yang bisa menjadi penguat kemenangan sehingga tidak sedikit dimanfaatkan kepala desa untuk terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam politik praktis.
Tentunya dengan keterlibatan kades dalam politik praktis ini menimbulkan berbagai spekulasi dan persepsi dikalangan masyarakat juga berdampak pada sanksi dan norma hukum yang dilanggarnya.
Perlunya Kepala Desa untuk mematuhi aturan-aturan yang ada sesuai undang-undang yang berlaku.Merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Pasal 70 angka (1) huruf c menyebutkan bahwa pasangan calon dilarang melibatkan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan Perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan;
Pasal 71 ayat (1) menyebutkan bahwa Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon;
Pasal 188 menyebutkan Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, di pidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak RP 6.000.000 (enam juta rupiah).
Ketentuan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa;
Pasal 29 huruf g melarang Kepala Desa menjadi pengurus partai politik;
Pasal 29 huruf j melarang Kepala Desa ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
Sanksi terhadap pelanggaran Pasal 29 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 30 Undang-undang tersebut;
Pasal 51 huruf g melarang Perangkat Desa menjadi pengurus partai politik;
Pasal 51 huruf j melarang Perangkat Desa ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
Sanksi terhadap pelanggaran Pasal 51 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 52 Undang-undang tersebut.
Menanggapi situasi maraknya Kepala Desa ikut dalam politik praktis, Ketua IWO Muba Riyansyah Putra SH mengutarakan pendapatnya. Kepala Desa dan Perangkat Desa ini didalam undang-undang sudah diatur tentang larangan keterlibatan didalam pemilu.
“Aparatur desa ini dilarang melakukan politik praktis pada saat perhelatan tahun politik. Sanksi dapat dijatuhkan pada mereka yang terbukti terlibat dalam politik praktis. Aparatur desa dilarang terlibat dalam politik praktis baik dalam pemilihan umum (pemilu), maupun pemilihan kepala daerah (pilkada). Karena akan menimbulkan konflik antara perangkat desa dan masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya pelayanan kepada masyarakat,” kata Riyan, Rabu (17/9/2024).
Didalam Undang-undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal pun sudah dijelaskan bahwa kepala desa diminta netral dan tidak terlibat dalam menyukseskan salah satu paslon didalam pilkada maupun pemilu 2024.
“Sesuai pasal 29 G dan 29 J disebutkan bahwa Kepala Desa memiliki peran sebagai pihak yang netral. Kepala desa dilarang ikut serta dalam politik praktis, tidak bisa menjadi pengurus partai politik atau anggota partai politik dan tidak dapat juga menjadi tim kampanye atau tim sukses dalam pemilu dan pilkada,” jelasnya.
Selanjutnya, Leader IWO Muba tersebut menghimbau Kepala Desa untuk tidak terlibat karena dapat diterapkan sanksi apabila terbukti ikut serta dalam politik praktis.
“Kepala desa berperan mengatur jalannya pemerintahan desa dan memberikan pelayanan masyarakat. Jadi dihimbau tidak terlibat dalam praktek politik praktis dan sanksi-sanksi sudah tercantum didalam undang-undang, jangan sampai ada yang terlibat didalamnya,” tutupnya. (*)