Warga Desa Riding Dilema, PT BMH Pilih Bungkam, Kok Bisa?

OKI, JEMBATANRAKYAT.ID — Ketidaksinkronan informasi pencairan dana bagi hasil panen pohon akasia, membuat masyarakat Desa Riding Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel) dilema. Minggu (22/01/2023).

Desas desus masyarakat riding menanti buah manis dari hasil panen akasia santer berhembus beberapa pekan ini. Karena, lahan seluas 3.500 herktare milik masyarakat desa riding dikelola langsung oleh PT BMH (Bumi Mekar Hijau) dengan sistem pola kemitraan.

Bacaan Lainnya

Pasalnya, tidak harmonisnya hubungan antara badan Koperasi Riding Bersatu (KRB), dengan pihak Pemerintah Desa (Pemdes) Riding menjadi salah satu pemicu informasi penyaluran tidak valid.

Sebut saja Jum salah satu warga desa riding membeberkan, kabar angin segar disalurkannya hak mereka dari hasil panen akasia sudah santer terkabar tetapi sampai saat ini realisasinya belum juga tersalurkan.

“Tahun 2021 kemarin kami dimintai sumbangan 50 ribu oleh pengurus koperasi untuk pembuatan ATM (Anjungan Tunai Mandiri/Red), sampai saat ini belum menerima ATM itu. Sementara untuk penerima dana dari pihak perusahaan dari Desember tahun 2022 sudah ada kabar akan disalurkan kenyataanya belum ada,” beber Jum kepada Indodaily.co.

Kepala Desa Riding Samson menjelaskan, penanaman pohon akasia yang dikelola secara kemitraan oleh pihak PT BMH sudah dilakukan dari tahun 2017 lalu diatas lahan seluas 3.000 hektare, berdasarkan siklus yang baru panen tahap pertama yaitu 1.000 hektare dengan nominal dana 1 milyar rupiah.

“Sudah ditanam dari tahun 2017 untuk umur masa panen itu 3 tahun 8 bulan, tahun 2022 panen pertama baru dibayar separuh oleh pihak perusahaan. Jika seharusnya penerima (Warga/Red) harus bagi rata, untuk jumlahnya 1000 KK desa riding dan 113 KK desa sunggutan,” ujar Samson.

Terkait pembuatan buku rekening, samson berdalih ia tidak tahu karena pengelolanya pihak koperasi, pihaknya hanya mengetahui rincian panen seluas 470,9 hektare sudah ditandatangani.

“Baru dibayar oleh pihak PT BMH itu sekitar 556 juta dengan rincian 470,9 hektare, terkait pembuatan buku rekening itu saya tidak tahu yang mengelola koperasi,” ucapnya.

Disisi lain, Ketua Koperasi Riding Bersatu, Kusmiran melalui Pengurus Kenedi mengungkapkan, ketidakharmonisan antara pengurus badan koperasi dan pemerintah desa menjadi salah satu penyebab kurang berjalannya koordinasi.

“Untuk pembagian dana yang sudah ada belum bisa dibagikan ke warga desa riding karena datanya belum kongkrit. Karena kepentingan ada dua kubu disini, kubu pemerintahan dan kubu koperasi sementara pemerintahan semestinya tidak perlu turut campur di badan koperasi ini,” ungkap Kenedi.

Belum disalurkannya dana yang sudah, Kenedi berdalih masih dalam pengumpulan data warga saat ini, karena data belum kongkrit.

“Dana sudah ada akan tetapi belum bisa dibagikan karena data warga riding belum kongkrit, catatan pertonnya pohon akasia milik warga ini dihargai 12.000 rupiah perton. Panen tahun 2022 seluas 1.100 hektare bukan 400 hektare dengan jumlah nominal uang 1,3 Milyar rupiah lebih akan tetapi baru setengah dibayar oleh pihak PT BMH,” imbuhnya.

Dijelaskannya, sesuai kesepakatan bersama antara pihak koperasi dan pihak perusahaan, selesai panen harus dibayar lunas akan tetapi pihak perusahaan tidak komitmen baru dibayar setengah dan belum ada kepastian kapan dilunasi sisa pembayaran panen pertama oleh pihak PT BMH.

“Kami tidak ingin menyalurkan hasil panen saat ini karena tanggung, takutnya nanti ada kericuhan saat pembagian karena nilai dana saat ini tidak sebanding dengan 1.500 KK warga riding, untuk nominal penerima 1 KK masih dikalkulasikan dulu,” katanya.

Menanggapi problematik tersebut, Manajer Distrik PT BMH Desa Riding, Darianto, memilih bungkam tidak bisa memberikan keterangan apapun.

“Saya tidak bisa memberikan keterangan apapun mohon maaf sebelumnya, untuk alasannya itu bukan wewenang saya,” tandasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *