SUMSEL,JEMBATANRAKYAT,ID – Musim kemarau yang mulai melanda wilayah Sumatera membuat Kabupaten Muba lebih meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan agar tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan (Karhutlah).
Terlebih, Provinsi Sumsel sebentar lagi akan menjadi tuan rumah event bergengsi FORNAS IV yang merupakan event bergengsi besutan Gubernur Sumsel Herman Deru, tentu deteksi dini potensi karhutlah di Muba khususnya harus dimaksimalkan.
Betapa tidak, Kabupaten Muba sebagian wilayahnya didominasi lahan gambut yang tentunya sangat rentan terbakar saat musim kering. Oleh sebab itu, Pj Bupati Muba Drs Apriyadi MSi memaksimalkan deteksi potensi karhutlah.
“Kita tidak ingin setelah ada bencana baru bergerak, tentu potensi dan deteksi dini harus masif dilakukan,” ungkap Pj Bupati Muba, Apriyadi saat mengikuti Apel Kesiapsiagaan Personil dan Peralatan Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan Dan Lahan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2022 di Griya Agung, Rabu (22/6/2022).
Tidak hanya itu, upaya lainnya lanjut Apriyadi, Pemkab Muba melalui BPBD Muba sudah melakukan koordinasi ke BNPB dalam upaya-upaya pencegahan potensi karhutlah.
“Beberapa waktu lalu saya juga sudah berkoordinasi dengan Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB Jarwansah dan Direktur Bidang Penanganan Darurat BNPB, Rustian Terkait upaya-upaya pencegahan dan penanganan karhutlah, termasuk rencana pembangunan Sodetan di kawasan Bayung Lencir Muba,” urainya.
Pada kesempatan tersebut Pj Bupati Muba turut didampingi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Muba Pathi Riduan SE ATD MM.
Sementara itu, Gubernur Sumsel H Herman Deru dalam arahannya, mengatakan keberhasilan penurunan titik hotspot pada tahun 2021, merupakan prestasi terbaik yang telah dilaksanakan oleh tim pengendalian kebakaran hutan dan lahan, dibawah komando Komandan Satuan Tugas Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Komandan Korem 044 Garuda Dempo, dan dukungan dari semua instansi vertikal, termasuk TNI, POLRI dan OPD terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
“Semua keberhasilan itu juga berkat ridho dan pertolongan dari Allah SWT, karena kita diberikan cuaca berupa kemarau yang cukup basah, dengan hari tanpa hujannya yang cukup pendek, sehingga lahan tidak sampai betul-betul kering,” ujarnya.
Lanjut Herman Deru, sebagaimana yang disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Kelas I Palembang, bahwa Prakiraan Musim Kemarau Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2022, berdasarkan Press Release Nasional untuk musim kemarau diperkirakan paling cepat terjadi pada pertengahan Juni 2022. Puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada bulan Juli-September 2022, kemunculan hotspot telah terdeteksi meski musim kemarau belum terjadi.
Hal ini tentu berhubungan dengan penurunan kondisi atau adanya degradasi alam, seharusnya air hujan mampu bertahan lama di daerah gambut, sehingga lahan gambut tetap basah dan tidak mudah terbakar.
“Kita harus mencari solusi permanen agar lahan gambut tidak mudah terbakar, sesuai dengan habitatnya harus tetap basah dan berair. Dalam hal ini Badan Restorasi Gambut dan Tim Restorasi Gambut Daerah telah berupaya maksimal untuk melaksanakan itu semua, membangun sekat kanal, membuat sumur bor dan embung. Mudah-mudahan apa yang telah dilaksanakan membuahkan hasil yang maksimal, untuk mejadikan lahan gambut tetap basah dan berair, sehingga setiap musim kemarau kita tidak selalu sibuk berjuang memadamkan api,” harapnya.
Lebih lanjut Gubernur Sumsel menyampaikan berbagai upaya dan rencana pengendalian kebakaran hutan kebun dan lahan, harus dilaksanakan dan ditindaklanjuti, tidak hanya di tingkat Provinsi tetapi yang lebih penting lagi ditingkat Kabupaten, untuk itu peranan Kepala Daerah sangat penting, dan tentunya laporan para Bupati tentang kesiapan daerah, dalam mengendalikan kebakaran hutan, kebun dan lahan tidak hanya berhenti hanya pada paparan, tapi harus dilaksanakan, diawasi pelaksanaannya dan terus dilakukan evaluasi.
“Kita semua menyadari, bahwa betapa berharganya hutan bagi kehidupan dan penghidupan yang keberlanjutan. Dampak negatif kerusakan lingkungan, tidak hanya dirasakan oleh masyarakat lokal dan Indonesia saja, tetapi juga dirasakan oleh masyarakat global. Kebakaran hutan dan alih fungsi hutan, serta makin meningkatnya jumlah penduduk, telah merubah kondisi lingkungan dan menimbulkan berbagai tantangan, seperti perubahan iklim, emisi gas rumah kaca, kelangkaan biodiversitas dan sumberdaya air, pengangguran, kemiskinan dan konflik-konflik sosial,” imbuhnya.
Gubernur Sumsel juga menegaskan kembali beberapa hal yang harus menjadi perhatian bersama diantaranya, sinkronisasi satuan tugas Provinsi dengan Kabupaten, mengingat ada beberapa wilayah yang menjadi perhatian, karena kalau terjadi kebakaran, asapnya dapat mengarah menuju Kota Palembang. Kemudian membagi habis tugas pengendalian kebakaran hutan kebun dan lahan dengan melibatkan semua stake holder terkait yang ada baik di Provinsi maupun di Kabupaten. Memberikan sanksi tegas kepada pelaku yang membuka lahan dengan cara membakar atau pembakaran pasca panen, yang masih terjadi.
“Memperkuat sarana dan prasarana pemadaman serta personil terlatih pada regu pemadam kebakaran perusahaan perkebunan maupun Hutan Tanaman Industri, dan segera mengaktifasi posko-posko kebakaran yang ada di perusahan, masyarakat peduli api, kelompok tani peduli api atau lainnya,” tandasnya. (*)