SUMSEL,JEMBATANRAKYAT.ID – Rekomendasi BPK RI terkait kinerja Bapenda Sumsel membuka mata masyarakat akan ketidak taatan wajib pajak daerah. Ketidak jelasan penagihan pajak daerah karena fihak tertagih menutup informasi jumlah kewajiban yang harus mereka bayar.
K MAKI Sumsel angkat bicara terkait audit kinerja Bapenda Sumsel tahun 2021, “Bapenda Sumsel sebaiknya gandeng APH terkait bandelnya wajib pajak daerah”, ujar Feri Kurniawan.
“Bilamana mereka membandel dengan menutup akses data terkait pajak atau restribusi daerah maka minta bantuan APH untuk menagihnya”, jelas Feri Kurniawan.
“Seperti PBB KB bentuknya self assesment untuk menagihnya perlu di buat Perda pendukungnya”, kata Feri lebih lanjut. “Biasanya mereka tidak mau memberikan data penjualan sebenarnya ke Bapenda’, ujar Feri Kurniawan Deputy K MAKI.
“Untuk itu di ingatkan melalui surat kemudian di konfirmasikan BPK agar di dapat data yang sebenarnya”, papar Feri Kurniawan. “Atas kesalahan yang murni kesalahan mereka maka minta surat perintah setor dari BPK”, jelas Feri Kurniawan.
“Untuk PKB itu kendaraan yg di hibahkan organisasi semisal PMI, MUI atau pihak organisasi lain minta didaftarkan menjadi hitam agar tidak terjadi tunggakan pajak”, jelas Feri Kurniawan. “Namun pelajari aturan sebenarnya bisa tidak menjadi plat hitam dan dalam rangka menghindari pemborosan anggaran Pemkab dan Pemkot karena plat merah”, ucap Feri Kurniawan.
“Selanjut masalah rekomendasi plat merah, kuning atau hitam itu dari DISHUB
UPTB ( petugas di samsat akan menetapkan sesuai dg rekomendasi apakah kuning, merah atau hitam) dan terkait dengan perahaan daerah misal PDAM menurut BPK Plat kendaraannya harusnya plat Hitam sedangkan selama ini plat merah sehingga tagihan kekurangan pajak selisih dari hitungan plat merah ke plat hitam di ajukan”, imbuh Feri Kurniawan.
Sementara untuk Pemungutan PBBKB diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2000 yang telah direvisi menjadi UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) lebih di intesifkan. Pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor, yaitu semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor
“Untuk Wajib pungut (WAPU) PBBKB saat pemeriksaan BPK mohonkan agar Bapenda mendapatkan data penjualan yang sebenarnya dari WAPU”, papar Feri Kurniawan.
“Data penjualan dari WAPU jelasnya tidak di berikan dan maka itulah BPK meminta data ke Pertamina”, ucap Feri Kurniawan.
“Demikian juga untuk WAPU lainnya mintakan BPK meminta data sebenarnya”, jelas Feri kembali. “Sehingga bila BPK Menghitung kurang bayar dari perusahan – perusahaan itu maka mereka harus setor ke pemprov sesuai dg hitungan BPK”, jelas Feri selanjutnya.
“Dan selanjutnya menagih kekurangan bayar dari perusahan – perusahaan itu dan bila tidak minta bantuan APH atau laporkan penggelapan pajak daerah dan pemalsuan data penjualan”, pungkas Feri Kurniawan.
Menurut auditor BPK di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor 19.A/LHP/XVIII.PLG/04/2022 tanggal 22 April 2022 ditemukan adanya Pengelolaan Pendapatan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Kendaraan Bermotor Kurang Memadai.
Menurut auditor BPK RI pengelolaan pendapatan PBB-KB dan PKB terdapat permasalahan yaitu terdapat Tunggakan PBB-KB Tahun 2019-2020 yang Belum Diselesaikan. Terdapat kesalahan Perhitungan PBB-KB oleh Wajib Pungut Sebesar Rp 2.812.849.066,93
Terdapat tunggakan PBB-KB Tahun 2019-2020 yang belum diselesaikan dan kesalahan perhitungan PBB-KB oleh Wajib Pungut (WaPu) sebesar Rp 2.812.849.066,93.
PBB-KB atas Penjualan Bahan Bakar Kendaraan Tahun 2019-2020 oleh PT CPE Belum Diselesaikan Sebesar Rp 1.027.224.000,00, Hasil pemeriksaan atas dokumen Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) PBB- KB Nomor 973/II/000734/Penda tanggal 3 September 2020 kepada PT CPE menunjukkan bahwa PT CPE belum melakukan penyetoran PBB-KB ke Kas Daerah.
Di dalam surat tersebut dinyatakan total tagihan sebesar Rp 1.156.447.320,00 yang terdiri dari PBB-KB sebesar Rp 1.027.224.000,00 dan bunga (perhitungan sementara) sebesar Rp 129.223.320,00. Tagihan tersebut didasarkan atas pemungutan PBB-KB oleh PT CPE kepada PT PGU pada periode Juli 2019 s.d Juli 2020. Terhadap surat tersebut tidak terdapat tindak lanjut dari PT CPE.
Auditor BPK RI konfirm kepada Pemilik PT CPE yang dilakukan pada tanggal 23 Maret 2022 diketahui bahwa pemilik PT CPE bersedia untuk menyetorkan PBB-KB yang telah dipungut beserta bunga maksimal yang dikenakan oleh Bapenda. Selanjutnya auditor BPK RI Menemukan kurang Pungut atas Kesalahan Perhitungan PBB-KB Tahun 2021 oleh PT PPN selaku Wajib Pungut Sebesar Rp 1.785.625.066,93. (Ril)