PALI,JEMBATANRAKYAT.ID – Tanggal 3 Mei 2022 jatuh pada hari Selasa. Tanggal 3 Mei diperingati sebagai hari kebebasan pers internasional yang bertepatan hari kedua perayaan Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah umat muslim seluruh dunia.
Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Efran mengatakan hari kebebasan pers se-dunia pada tahun 2022 ini lebih bermakna dan berkesan.
“Ya karena tahun ini jatuh berbarengan dengan Hari Raya Idul Fitri,” kata Efran kepada Tintamerah.co.id di ruang kerjanya, Selasa (03/05).
Menurut Efran, walaupun hari ini tidak ada seremonial tetapi dia mengingatkan kepada seluruh insan pers dan media di PALI bahwa hari kebebasan pers harus tetap digaungkan.
Selain itu, kata Efran, eforia perayaan Hari Raya Idul Fitri jangan sampai melupakan hari besar para wartawan. Untuk itu, Efran mengajak seluruh rekan se – profesi untuk memperingati hari kebebasan pers pasca lebaran.
Kendati demikian, Efran menegaskan bahwa kebebasan pers atau kemerdekaan pers sendiri adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berlandaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum.
Lahirnya UU Nomor 40 Tahun 1999 sendiri menyebabkan terjadinya perubahan istilah dari pers yang bebas dan bertanggungjawab menjadi kemerdekaan pers.
Kebebasan pers di Indonesia pasca reformasi menjelma menjadi kemerdekaan pers. Sejak saat itu masyarakat pers di Indonesia lebih sering menggunakan istilah “kemerdekaan pers.”
Efran menuturkan pembuatan UU ini menjelaskan pers sebagai kedaulatan rakyat yang mewakili rakyat dan berada disisi rakyat untuk membuat berita tanpa batas dan tidak bisa diintervensi.
“Sehingga biarkan pers mendudukan berita karena disana ada rambu-rambu, UU, dan kode etik. Semakin teguh menaati semakin bermartabat dan publik semakin percaya,” jelas Efran.
Dalam momentum ini, Efran teringat dengan sebuah tulisan seorang penyair Omi Intan Naomi dalam buku berjudul”Anjing Penjaga Pers di Rumah Orde Baru”.
Efran sependapat dengan penyair tersebut menyebut bahwa “Pers adalah Watchdog”, anjing penjaga, sebutan orang amerika.
Tugasnya mengawasi lingkungan, dan ‘menggonggong’ tiap kali mengendus kesalahan. Sebagai tukang jaga yang mempunyai ketajaman penglihatan, pendengaran dan naluri akan bahaya bagi lingkungannya.
Diungkapkan Efran, bahwa dalam penerapan kebebasan pers kerap menimbulkan terjadinya gesekan antara pers dan subjek berita. Pada tahun 2020 silam, dia bersama dua rekannya dilaporkan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) PALI, A Ghani Akhmad SH MSi melalui Ketua Forum Komunikasi Kepala Desa PALI (FK2DP), Abul Rustoni ke Polres PALI dan ditetapkan menjadi ‘tersangka’ karena menulis berita korupsi dana desa.
“Alhamdulillah setelah menjalani proses panjang penyidikan, perkara itu sudah diterbitkan SP3 Polres PALI. Karena tudingan yang disangkahkan kepada kami tidak cukup bukti moril maupun materil,” ujar Efran.
Menurut Efran, didalam negara yang tidak memiliki kemerdekaan pers, tidak akan ada demokrasi atau hanya demokrasi semu. Dalam tatanan yang tidak demokratis, tidak akan ada kebebasan pers. Pers atau media akan berfungsi sebagai sarana kepentingan kekuasaan atau sekurang-kurangnya tidak menjadi sarana kepentingan publik.
Yang lebih parahnya, kata Efran, Pers hadir sebagai alat kekuasaan, pers adalah alat propaganda kekuasaan, bukan media publik.
Tak hanya itu, ujar Efran, dalam pemerintahan yang otoriter adanya kontrol yang ketat terhadap warga negaranya. Karakter utama pemerintahan otoriter adalah, kemampuannya mempertahankan kekuasaan melalui penindasan menggunakan kekuatan polisi dan militer.
Dalam kesempatan itu, Efran menyampaikan pesan bahwa laporan terhadap dirinya, harusnya menyita perhatian masyarakat pers khususnya di PALI. Kedepan adalah bagaimana membuat kemerdekaan pers di kabupaten PALI ini tetap terjaga dengan baik.
Efran menegaskan, kemerdekaan pers dan kebebasan pers harus tetap dijaga dan dirawat, karena pers adalah bagian penting demokrasi yang disebut pilar keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif.
“Ketika eksekutif, yudikatif dan legislatif bermasalah, pers yang menjadi pilar keempat demokrasi yang bekerja,” tutupnya Efran.
Untuk itu, Efran menghimbau menjadi wartawan harus punya keberanian, dengan kemerdekaan pers dan kebebasan pers, maka pers akan mampu menyampaikan kritik-kritiknya dengan tepat dan kritis. Pers memberikan peringatan-peringatan sebagai early warning system.
Kendati demikian, Efran menegaskan, profesi wartawan bukan untuk menakuti-nakuti. Kemerdekaan pers atau kebebasan pers dan perlindungan wartawan adalah milik wartawan yang bekerja secara profesional. Bukan orang yang mengaku-aku sebagai wartawan tetapi kerap menyalahgunakan profesinya, seperti melakukan pemerasan yang tak lebih sebagai pelacur profesi.
Seperti dikutip dari laman news.detik.com, Rabu, 1 September 2021, Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia naik tipis menjadi 76,02 pada 2021.
Hasil survei Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia 2021 adalah 76,02, naik dibanding 2020 sebesar 75,27. Ada beberapa indikator dalam penilaian skor survei kemerdekaan yang juga terbagi dalam sub kategori, yaitu lingkungan fisik dan politik angkanya adalah 77,10, lingkungan ekonomi nilainya 74,89, dan lingkungan hukum 74,87.
“Hasil survei dari indeks Kemerdekaan Pers ini, tahun ini, tahun 2021, Indeks Kemerdekaan Pers itu ada di angka 76,02. Ini masuk pada kategori cukup bebas,” kata Ratih.
Adapun dari total IKP tersebut daerah yang paling tinggi mendapatkan skor Indeks Kemerdekaan Pers 2021 adalah Kepulauan Riau dengan angka 83,30. Kemudian dilanjutkan Jawa Barat skornya 82,66, Kalimantan Timur 82,27, Sulawesi Tengah skornya 81,78. Sementara itu, tren peringkat IKP berdasarkan daerah yang terendah salah satunya adalah Maluku Utara dengan nilai 68,32, sementara DKI Jakarta mendapat skor 75,38.
“Lima besar teratas itu ada Kepulauan Riau, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah Kalimantan Selatan, Sumatera Barat. Lima urutan terakhir itu ada Banten, Gorontalo, Papua Barat, Papua, dan Maluku Utara,” kata Ratih.
Sementara Provinsi Sumatera Selatan sebelumnya menempati peringkat 13, tahun 2021 naik menjadi peringkat 8. Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2021 Provinsi Sumatera Selatan berada dalam kategori “Cukup Bebas” dengan nilai 81,03. Nilai tersebut diperoleh dari Kondisi Lingkungan Fisik dan Politik (82,69), Kondisi Lingkungan Ekonomi (80,09), dan Kondisi Lingkungan Hukum (78,56). Nilainya meningkat 1,88 poin dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 79,15.